Wednesday, January 30, 2013

Embun Pagi 2 - Roda Kehidupan.

Setetes embun di pagi hari, selalu memberikan sensasi tersendiri untuk saya. Men-sejuk-kan hati dan menimbulkan beragam ide brilian dalam pikiran. Demikian juga, saya berharap bahwa tulisan yang saya beri nama Embun Pagi ini, bisa mencerahkan hati dan menimbulkan beragam ide dalam benak para pembaca.
Semuanya adalah sepenggal kisah dalam kehidupan saya.

-Bow-

Roda Kehidupan

Di usia saya yang ke 24 (Usia pada saat tulisan ini dibuat), saya telah mengalami banyak hal baik itu positif maupun negatif. Semuanya turut berkontribusi untuk membentuk siapa saya sekarang, dan saya yakin di kemudian hari saya masih akan terus berkembang dan berubah untuk menjadi orang yang lebih baik. Demikian juga dengan para pembaca. Di kesempatan ini, saya ingin bercerita tentang sebuah kejadian yang merubah hidup saya, pola pikir saya dan perilaku saya sebagai seorang manusia.

Kisah ini terjadi di sekitar tahun 2006, di Australia tempat saya menuntut ilmu selama 9 tahun. Pada waktu itu saya berumur 21 tahun.

Dulu, saya adalah orang yang sangat sombong. Dengan kepercayaan diri yang sangat berlebihan, dengan background keluarga yang lumayan berada, dengan menjadi anak bungsu yang sangat dimanja, dengan memiliki para sahabat yang selalu siap melindungi saya... dan dengan beberapa hal lainnya yang membuat saya menjadi manusia yang sombong dan tidak perduli akan orang lain.

Pada tahun 2006, saya bertemu seorang gadis. Gadis ini, menurut saya, sangatlah bijaksana. Dia memiliki kecerdasan di atas rata-rata, wajah dan fisik yang mendukung, dan yang paling penting, dia sangatlah paham arti sebuah kehidupan dan sangat rendah hati. Mungkin itu dia pelajari dari ajaran agama Budha yang menjadi kepercayaannya. (Seingat saya. Jika salah, mohon maaf yang sebesar besarnya.) Maklum, orang Medan rata rata beragama Budha. Saya pun sempat dekat dengannya, dan sempat pula jatuh hati. Entah karena apa, dia memanggil saya dengan sebutan "Anak Manja."

Gadis ini, yang menurut saya lebih baik identitasnya dirahasiakan, dia menasihati saya akan banyak hal.
Hal paling mendasar yang setiap waktu dia nasihatkan kepada saya adalah, rendah hati, kerja keras dan taat akan peraturan.

Menurut saya, sepanjang hidup saya, dia adalah gadis dengan pemikiran paling idealis yang saya kenal. Itulah sebabnya, dia memilih untuk tinggal di Australia daripada di negara tempat dia dilahirkan, karena hukum di Indonesia sangatlah tidak jelas batasan batasannya. Pendeknya, negara yang kacau. Berbeda dengan Australia yang sangat rapi dan hukumnya jelas.
Tipe orang seperti itu, berlawanan seratus delapan puluh derajat dengan saya dan pandangan hidup saya.

Pada waktu itu, paham saya adalah, sombong itu tidak apa apa, asalkan punya alasan untuk menyombongkan diri. Dalam hal ini, prestasi pribadi dan semacamnya, bukan prestasi orang tua.
Saya pun adalah orang yang sangat malas, dan menurut dia, manja. Jika ada orang lain yang mau dan sanggup untuk melakukan, maka saya bahkan tidak akan mencoba untuk melakukan hal itu. Intinya, saya banyak bergantung kepada orang lain.
Terlebih lagi, menurut saya, peraturan itu dibuat untuk dilanggar.
Lengkaplah sudah, dan nasihat nasihat yang dia berikan, hampir tiap hari, via MSN Messenger maupun face-to-face, selalu berakhir dengan perdebatan panjang. Dalam hal ini, yang akan saya bahas, adalah percakapan saya dengan dia tentang rendah hati VS kesombongan.

Dia, yang kurang setuju akan sikap sombong saya, suatu hari berkata, "Kamu jangan sombong begitu lah.. Kamu musti inget, terkadang orang di atas, terkadang pula orang di bawah. That's why they call it the circle of life, alias roda kehidupan." (Dijelaskan dengan cara saya sendiri, pokoknya, intinya seperti itu.)

Saya membantah, "Lho, terserah kalau orang menganggap hidup itu bulet kaya roda.. menurutku, hidup itu kotak, kaya tangga. So I built my step one by one. Meningkat hari demi hari. Jadi kalo jatuh, ga langsung di bawah kaya roda.. tapi turun 2 ato 3 tingkat saja!"

Dia menjawab, "What if shit happens?" (Bagaimana kalau apes?)

Saya membantah, "Then I'll make sure shit doesn't happen to me." (Ya aku akan berbuat segala sesuatu supaya ke-apes-an itu tidak menghampiriku.)


Seingat saya, itu mengakhiri perdebatan karena dia kehabisan kata kata. Para pembaca, pada waktu saya berkata seperti itu, saya dalam kondisi berkecukupan. Pelajar bermobil, punya tempat tinggal yang layak, teman yang banyak, banyak teman perempuan dan uang saku yang kalau habis tinggal minta lagi.
Tidak pernah terlintas dalam benak saya, bahwa suatu waktu dalam hidup saya, saya akan berada dalam kondisi keuangan yang sulit, tidak punya rumah dan tidak punya mobil.
Dan parahnya, kondisi apes itu, yang bahasa inggrisnya shit itu tadi, terjadi.

Pada tahun 2007, mobil saya tabrakan hebat dan harus masuk bengkel. Kontrak rumah tidak bisa diperpanjang. Tidak mendapat uang saku lagi (Permintaan pribadi, karena saya sudah mulai bekerja.), dan berhubung gaji saya masi minimal dan tidak mencukupi kebutuhan saya, ditambah uang reparasi mobil, jadilah saya mengalami krisis moneter.

Disitulah, untuk pertama kalinya dalam hidup saya (Dan saya harap, untuk yang terakhir kalinya) saya dalam kondisi tidak bermobil, tidak berumah dan tidak berduit. Pada waktu itu, saya sudah tidak terlalu dekat dengan gadis tersebut. Meskipun saya yakin, kita tetap dekat di hati, namun kita jarang berjumpa. Maklum, dia sudah ada yang punya.

Tapi, nasihat demi nasihat yang dia katakan hari demi hari tanpa kenal lelah, timbul dalam otak saya. Betapa saya menyadari kebodohan saya, dan betapa saya mengagumi dia karena kebijaksanaannya. Padahal usia kami tidak terpaut jauh. Dia lebih tua dari saya 47 hari. Tapi dia bisa memberi saya nasihat, yang pada waktu itu bahkan tidak saya dengarkan, namun ternyata bermanfaat. Tapi karena gengsi dan kesombongan saya yang terlalu tinggi, saya tidak membahas hal ini dengan dia. Saya hanya menyimpannya sendiri dan berterima kasih di dalam hati. Mungkin, sekarang ini dia sudah lupa akan adanya percakapan semacam itu dengan saya, kecuali bagian yang dia panggil saya dengan sebutan "Anak manja", tapi saya akan tetap mengingatnya. Karena pada detik saya menyadari bahwa dia benar, adalah detik saya berubah menjadi orang yang lebih baik dan bersahaja.

Saya menghargai, dan jauh lebih menghargai daripada sebelumnya, arti sebuah sahabat. Dalam waktu ketidak punyaan saya akan segala hal, mereka telah ada untuk saya. Saya dalam kesempatan ini, ingin berterima kasih kepada para sahabat sahabat saya jika mereka kebetulan membaca tulisan ini.

Di sini saya ingin menegaskan, sebaiknya kita sebagai manusia, janganlah sombong dan tinggi hati. Alasan pertama, di atas langit masih ada langit. Alasan kedua, seperti pepatah, padi semakin tua semakin merunduk, dan tong kosong nyaring bunyinya. Semakin "berisi" seseorang tersebut, maka dia akan semakin rendah hati, dan orang yang biasanya berkoar koar, itu tidak ada apa apanya.
Tidaklah perlu kita menyombongkan diri kita, karena jika kita terlalu sombong kita akan terlena dan tidak menyadari akan nasib sial yang akan mendatangi kita.

Tak lupa dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan rasa terima kasih saya kepada gadis tersebut, karena sudah memberikan saya sebuah nasihat tanpa kenal lelah, meskipun saya baru menyadari bahwa dia benar beberapa bulan setelahnya. Sebuah nasihat yang mampu merubah saya menjadi manusia yang lebih baik daripada sebelumnya. Girl, you know who you are.. Thx for being my friend, and for all of the things that you've done to me. You've been a great friend, and I hope we can always keep in touch.

Dan sebagai penutup, sekali lagi saya berharap semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca.
Mohon maaf bila ada ejaan yang salah, ataupun jika tulisan ini tidak enak dibaca. Karena memang bukan profesi saya sebagai penulis, namun saya mencoba untuk terbiasa. Terima kasih.

Reilly Prabowo.

No comments:

Post a Comment