Wednesday, January 30, 2013

Embun Pagi 4 - Takdir.

Setetes embun di pagi hari, selalu memberikan sensasi tersendiri untuk saya. Men-sejuk-kan hati dan menimbulkan beragam ide brilian dalam pikiran. Demikian juga, saya berharap bahwa tulisan yang saya beri nama Embun Pagi ini, bisa mencerahkan hati dan menimbulkan beragam ide dalam benak para pembaca.Semuanya adalah sepenggal kisah dalam kehidupan saya.

-Bow-

Takdir

Semenjak kecil, orang tua saya selalu memberikan nasihat bahwa “Hidup, jodoh dan mati ada di tangan Tuhan.” Dan selama kurang lebih 13 tahun saya hidup berpegang pada prinsip tersebut. Seiring dengan peningkatan usia, bertambahnya pengetahuan dan pengalaman, level intelegensia yang semakin berkembang, tanpa saya sadari saya telah bertambah dewasa. Kekedewasaan inilah yang membuat saya berpikir ulang dan saya berkaca dari pengalaman hidup saya selama ini (25 tahun kurang beberapa bulan), betulkan prinsip tersebut?Apakah manusia tidak bisa lepas dari takdir Tuhan?

Genap di usia saya yang ke 14 tahun, sempat selama kurang lebih 4 tahun saya menjadi jauh dari Tuhan dan menjadi semi-atheis. (Disebut semi atheis karena terkadang jika kondisi saya sangat kepepet, maka tanpa sadar saya berdoa dan menyebut nama Tuhan.) Di luar itu, saya meragukan keberadaan Tuhan dan takdir itu sendiri. Jiwa pemberontak seorang remaja telah menuntut saya untuk berontak dari takdir yang diberikan kepada saya.Dan pada akhirnya, di usia saya yang ke 24 saya merasa telah memahami sepenuhnya makna dari takdir itu, dan sampai di mana manusia biasa seperti kita bisa melawannya jika takdir tidak berpihak pada kita.

Sebelumnya, akan saya ceritakan proses pendewasaan yang telah saya alami.

Saya disekolah kan di sekolah Katolik, SDK St. Maria II Malang, atau lebih akrabnya disebut dengan SD Panderman. Begitu pula dengan SMP nya setelah saya lulus. (Kelas 2 SMP saya mengundurkan diri dari dunia Panderman dan menuntut ilmu di Australia.)Pendeknya, 8 tahun saya mendapat doktrinasi bahwa Tuhan sungguh berkuasa akan nasib kita, dan “Hidup, jodoh dan mati ada di tangan Tuhan.” Persis seperti apa kata orang tua saya.

Masa remaja saya di Australia, seperti yang diceritakan di atas, saya sempat menjadi semi atheis dan tidak percaya akan keberadaan Tuhan dan takdir.Mengapa? Karena pada waktu itu, saya menginginkan sesuatu dengan amat sangat dan saya tidak bisa mendapatkannya. Saya terus berdoa dan berusaha dengan halal, namun tetap tidak bisa.Semua orang di sekitar saya berkata, “Sudahlah, relakan saja, mungkin memang bukan nasibmu.”Namun saya melakukan yang sebaliknya, saya melanggar ajaran Tuhan dan terbukti manjur, saya mendapatkan apa yang saya inginkan tersebut. Semenjak kejadian itu, saya menjadi sangat sombong, dan ego saya mengalahkan arti keberadaan Tuhan dalam hati saya.

Kalau ditaruh dalam kata kata, kira kira ego saya seperti ini:

“Persetan dengan Tuhan dan seluruh takdirnya, Tuhan itu ya diri kita sendiri. Apa yang kita mau, harus kita dapat, dan kita akan mendapatkannya.”

Ditambah lagi, saya mengambil jurusan science fisika yang sangat bertentangan dengan alkitab yang telah diajarkan kepada saya selama 8 tahun tersebut. Lengkaplah sudah penyangkalan saya akan takdir dan keberadaan Tuhan.

Namun, berkat demi berkat, keberuntungan demi keberuntungan, perlahan lahan membuat saya percaya akan keberadaan Tuhan. Dan hati kecil saya berkata, mungkin Tuhan itu memang ada. (Teman teman saya sering berkata kalau saya itu hogi, lucky, bejo, dan lain lain entah karena apa.)

Semenjak itu, pencarian jati diri dan jawaban akan pertanyaan saya tentang “Apakah benar kita tidak bisa menentukan takdir kita sendiri?” telah dimulai.

Dan di usia saya yang ke 25 tahun dikurangi beberapa bulan, saya merasa telah menemukan jawabannya, dan saya merasa ingin berbagi.

Poin pertama, saya selalu beranggapan jika kita memiliki ketetapan hati dan kekerasan tekad, kita tidak kenal menyerah dan mau berusaha, maka takdir 100% akan ada di telapak tangan kita sendiri. Marilah kita tidak bermanja manja dan beralasan bahwa takdir tidak berpihak pada kita, namun marilah kita berusaha untuk menentukan jalan hidup yang kita inginkan dan menentukan takdir kita masing masing. Saya berhasil membuktikan poin saya ini.

Poin kedua, perlu di ingat bahwa tidak semua manusia memiliki tekad sekeras yang kita punya. Ada banyak orang di sekitar kita yang berpasrah pada nasib, dan sayangnya orang orang tersebut turut berkontribusi di dalam hidup kita.

Poin ketiga, faktor bencana alam atau kejadian tidak terduga juga kerap terjadi di dalam hidup ini yang membuat saya menjadi bertanya tanya, apa betul takdir seseorang tidak bisa dirubah?

Akhirnya saya menggolongkan takdir tersebut ke dalam dua bagian. Takdir yang menyangkut hanya diri kita dan bisa kita rubah, dan takdir absolut kita dimana kita tidak bisa berbuat banyak untuk melawannya.

Untuk memudahkan, saya akan memberi beberapa contoh:

1. Orang yang ditakdirkan lahir cacat, dengan pantang menyerah ingin berguna bagi masyarakat, dan akhirnya berhasil.

2. Kesembuhan ajaib yang sering kali terjadi, sampai beberapa kasus extreme diliput oleh media masa, karena kekerasan tekad mereka lah mereka lolos dari maut. Sembuh dari kanker dan lain lain.

3. Sering saya tahu orang yang lahir dari background keluarga yang sangat miskin bisa sukses dan berguna di masyarakat. Bahkan dalam kasus tertentu, menjadi sangat kaya karena mereka sangatlah rajin dan pantang menyerah dalam usahanya.

4. Korban bencana alam yang berhasil pulih dan meniti ulang semua usahanya sehingga bisa sukses dan membantu korban lainnya yang belum mampu untuk berdikari. 
Mereka sama sama terpuruk, tapi hanya beberapa yang mempunyai tekad dan keyakinan untuk bisa bangkit dan merubah takdir mereka.

Ini adalah contoh sederhana takdir yang ada di dalam genggaman tangan kita. Kita bisa merubahnya asal kita mau berusaha.

Dan sebagai perbandingan, akan saya berikan contoh sederhana takdir absolut yang tidak bisa kita rubah:

1. Banyak orang yang berusaha sekeras mungkin untuk bisa sembuh dari penyakit akut, namun meninggal di meja operasi karena dokternya tidak berkompeten atau terjadi malpraktik.

2. Korban bencana alam seperti tsunami dan gempa yang langsung meninggal di tempat.

3. Kecelakaan dikarenakan orang lain yang kurang bertanggung jawab, contohnya supir bus yang ngebut di jalan tol dan tanpa sengaja menabrak mobil lainnya dan jatuh korban.

Saya yakin, manusia dengan tekad sekeras apapun, dengan otak sejenius apa pun, tidak akan sanggup berbuat banyak untuk merubah takdirnya jika kejadian ini menimpa mereka. Itu adalah faktor faktor di luar kemampuan kita untuk mengatasinya.

Michael Jordan pernah mengatakan hal yang saya sukai sekali. “Jangan memusingkan hal hal di luar kemampuan dan jangkauanmu, karena kamu tidak akan pernah bisa merubahnya. Tapi fokuslah dengan apa yang kamu bisa dan cobalah untuk merubah hal hal kecil dalam hidupmu.”

Seluruh proses pendewasaan tersebut, menjurus pada satu titik.Bahwa benar adanya, hidup dan mati itu di tangan Tuhan.Tapi, bagaimana kita menjalani hidup, dan apakah kita akan dikenang setelah kita mati, itu murni ada di dalam tangan kita. Hal inilah yang membuat saya tetap berjuang dan memberikan yang terbaik dalam setiap apa yang saya lakukan. Takdir saya untuk sukses, bahagia dan sehat itu murni berada di dalam jangkauan saya.Tetapi bagaimana saya meninggal, dan bagaimana saya bisa terlahir di dunia ini, itu adalah urusan Tuhan yang akhirnya keberadaanya bisa saya terima dengan akal sehat saya. Itu bukanlah urusan saya.

Urusan saya hanyalah, saya tahu saya bisa menjadi yang terbaik dan selama saya masih bisa bernafas ada banyak hal yang bisa saya lakukan sebelum saya mati. Karena menurut saya, kematian yang menyedihkan adalah kematian yang tidak berarti, dan setelah kita tiada, tidak ada seorangpun yang akan mengenang keberadaan kita.

-----

Lalu bagaimana dengan jodoh?

Apakah jodoh termasuk dalam takdir yang bisa kita rubah, ataukah itu juga berada di luar jangkauan kita?

Seringkali kita mendengar kata kata, “Memang tidak berjodoh”, atau “Yah kalau nggak jodoh mau diapain lagi?” dan lain lain sejenisnya. 

Sampai dibuat film China yang sangat mengharukan, kalau tidak salah judulnya Sam Pek Eng Tai. (Maaf kalau penulisan saya salah, karena saya kurang mendalami sastra China.) Intinya kalau tidak salah, sampai mati tidak berjodoh meskipun segala daya upaya telah dilakukan.

Benarkan demikian? Apakah jodoh bukan di tangan kita? Penelitian dan pengalaman saya membuahkan pemikiran sebagai berikut.

Sebuah pepatah mengatakan, “You need two hands to clap.” yang berarti “Kamu perlu dua tangan untuk bertepuk tangan.”

Tepuk tangan adalah simbol kepuasan dan kegembiraan. Itu adalah perasaan yang sama ketika anda bertemu dengan jodoh atau pasangan yang pas di dalam hidup anda.Dalam hal ini, bisa diumpamakan bahwa pria adalah tangan kanan sebagai kepala keluarga, dan wanita sebagai tangan kiri yang siap membantu sang pria kapan saja.Sanggupkah kita sebagai individu memaksakan takdir kita dalam perjodohan? Jawabnya mungkin saja, namun bersyarat. Bahwa pasangan kita pun mempunyai pemikiran yang sama dengan apa yang kita miliki.Bisa dikatakan bahwa, jodoh ini termasuk ke dalam bahasan poin ke dua yang saya sebutkan tadi di awal tulisan ini.

(Tidak semua manusia memiliki tekad sekeras yang kita punya. Ada banyak orang di sekitar kita yang berpasrah pada nasib, dan sayangnya orang orang tersebut turut berkontribusi di dalam hidup kita dan kebetulan menjalin hubungan dengan kita.)

Dengan demikian, jodoh tidaklah 100% berada di bawah kendali kita sebagai manusia.Menurut bijak saya, yang bisa kita lakukan hanyalah, mempersiapkan diri kita sebaik mungkin sehingga jika kesempatan dan jodoh tersebut datang menyapa kita siap menerimanya dan kita mampu untuk bertepuk tangan dengan riang gembira.

-----

Akhir kata, saya rasa pepatah dari orang tua saya itu tidak sepenuhnya salah, dan tidak sepenuhnya benar juga.Terkadang kita tidak bisa lepas dari takdir, namun kita bisa membuatnya menjadi lebih baik.Kita tidak bisa menghindari kematian, menolak kehidupan maupun memaksakan jodoh kita.Tapi kita bisa berjuang untuk memilih jalan hidup kita masing masing, mempersiapkan diri kita sampai titik maksimal sehingga ketika kesempatan itu datang kita siap dan itu tidak sia sia. Karena kesempatan hanya datang beberapa kali saja dalam seumur hidup kita.

Louis Pasteur pernah berkata, “Chances will come for those who are ready for it.”Itu artinya, kesempatan akan datang kepada orang yang siap. Mengapa seperti itu? Karena jika kita tidak siap, dalam arti kata lain kita tidak sanggup, maka kesempatan itu akan lewat begitu saja.

Kita tidak bisa menentukan kapan hari kematian kita maupun dengan cara apa kematian akan datang menjemput kita. Itu di luar kuasa kita. Namun kita sangat berkuasa untuk menentukan takdir kita selama kita hidup, sehingga kita bisa hidup sesuai dengan keinginan kita, dan kematian kita tidaklah sia sia. Dengan mengetahui kita hidup dengan penuh makna, dan kita berarti bagi banyak orang selama kita hidup, kematian menjadi tidak begitu menakutkan, karena pada akhirnya setiap orang pun akan menjumpainya.Pada intinya, jika kita harus mati, marilah kita mati tanpa rasa penyesalan.

Kini, ketika ada orang yang berkata kepada saya kalimat ini, “Hidup, jodoh dan mati ada di tangan Tuhan.” saya hanya menganggukkan kepala, karena untuk menjelaskan panjang lebar akan sangat memakan waktu. Tapi sesungguhnya, sangat besar sekali keinginan saya untuk bisa mengetuk pintu hati setiap orang yang saya kenal.Untuk menyadarkan mereka bahwa kita bisa menentukan jalan hidup yang kita inginkan!! Janganlah kita berpasrah pada nasib. Kehidupan apa yang kita inginkan, dengan cara apa kita ingin menjalaninya itu ada di tangan kita asalkan kita berani untuk melakukannya.

Untuk mengakhiri ulasan saya ini, saya punya sebuah kalimat mutiara yang begitu indah.

- When I was born, I was the only one crying and everybody around me was smiling. I will live my life, so when I die, I will be the only one smiling, and everybody around me is crying. -Ketika kita dilahirkan dalam wujud seorang bayi, di dalam ruangan tersebut semua orang tersenyum menyambut kehadiran kita, dan suara tangisan yang terdengar hanyalah suara tangisan kita sebagai seorang bayi.

Jalanilah hidupmu dengan penuh makna. Berikan yang terbaik untuk orang orang di sekitarmu. Jadilah contoh dan teladan bagi mereka. Dan lebih lanjut lagi, jadilah figur yang dihormati dan dicintai.Sehingga ketika kita meninggal nanti, kita tahu dan kita sadar bahwa hidup kita tidaklah sia sia. Dan pada saat kita meninggal, kita akan meninggal dengan senyum kepuasan tanpa rasa penyesalan. Dan pada saat itu, semua orang akan menangis bersedih melepas kepergian kita.

Paling tidak, itulah harapan saya, dan saya akan berusaha sekeras mungkin untuk mewujudkannya.Dan sebagai penutup, sekali lagi saya berharap semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca.Mohon maaf bila ada ejaan yang salah, ataupun jika tulisan ini tidak enak dibaca. Karena memang bukan profesi saya sebagai penulis, namun saya mencoba untuk terbiasa. 

Terima kasih.

Reilly Prabowo.

No comments:

Post a Comment